Leonard Hayflick adalah salah satu tokoh penting dalam penelitian biologi sel dan penuaan. Penemuannya mengenai batas usia sel normal tidak hanya merevolusi ilmu pengetahuan, tetapi juga mengubah cara kita memahami proses penuaan, bahkan membuka jalan bagi kemajuan medis, termasuk produksi vaksin yang menyelamatkan miliaran orang di dunia.
Siapakah Leonard Hayflick?
Leonard Hayflick lahir pada 20 Mei 1928 di Philadelphia, Pennsylvania. Ia menempuh pendidikan di University of Pennsylvania dan lulus dengan gelar sarjana di bidang mikrobiologi pada tahun 1951. Lima tahun kemudian, ia meraih gelar Ph.D. dalam bidang kimia dan mikrobiologi dari universitas yang sama. Setelah menyelesaikan studi doktoralnya, Hayflick menjalani masa pascadoktoral, yaitu tahap penelitian lanjutan setelah meraih gelar Ph.D. di University of Texas Medical Branch di Galveston. Ia kemudian kembali ke Philadelphia dan bergabung dengan Wistar Institute, tempat di mana ia membuat sejumlah penemuan penting dalam bidang ilmiah.
Hayflick memiliki karier panjang yang dihormati dalam komunitas ilmiah. Ia menjabat sebagai profesor anatomi di University of California, San Francisco sejak 1988 dan menjadi pemimpin redaksi jurnal Experimental Gerontology selama 13 tahun. Ia juga menjabat sebagai Presiden Gerontological Society of America dan merupakan salah satu pendiri Council of the National Institute on Aging (NIH), serta memimpin komite eksekutifnya.
Pada tahun 2021, ia menerima penghargaan sebagai Anggota Kehormatan Pertama dari International Cell Senescence Association (ICSA), sebagai pengakuan atas kontribusinya yang luar biasa dalam ilmu penuaan sel.
Batas Usia Sel: Temuan Revolusioner Hayflick
Pada tahun 1961, bersama koleganya Paul Moorhead, Hayflick melakukan penelitian terhadap sel fibroblas janin manusia, yaitu sel tubuh yang membantu membentuk dan memperbaiki jaringan, dari. Mereka menemukan bahwa sel manusia biasa tidak bisa membelah tanpa batas, seperti yang diyakini oleh banyak ilmuwan. Sebaliknya, sel tersebut hanya mampu membelah sekitar 40–60 kali sebelum berhenti dan memasuki fase yang dikenal sebagai penuaan seluler atau senescence. Temuan ini pada akhirnya dikenal dengan nama The Hayflick Limit atau Batas Hayflick.
Penemuan ini mengguncang dunia sains karena sebelumnya banyak penelitian menggunakan sel kanker yang dapat membelah tanpa henti, sehingga ilmuwan mengira bahwa semua sel pada dasarnya tidak pernah mati. Akan tetapi, Hayflick menunjukkan bahwa sel normal memiliki "jam biologis" internal yang membatasi umur mereka, terlepas dari pengaruh lingkungan luar.
Telomer dan Usia Sel
Setelah penemuan Hayflick, para peneliti menemukan bahwa batas usia sel berkaitan dengan pemendekan telomer, yaitu bagian ujung DNA yang menyusut setiap kali sel membelah. Ketika telomer menjadi terlalu pendek, sel kehilangan kemampuannya untuk membelah dan akhirnya menjadi tua atau mati. Hayflick juga menunjukkan adanya memori molekuler, yaitu bahwa sel tetap mengingat usia biologisnya bahkan setelah dibekukan dan dicairkan kembali. Dengan kata lain, apabila sel itu sudah membelah 30 kali dari total 50 kali yang bisa ia lakukan, maka sel tersebut hanya bisa membelah sekitar 20 kali lagi sebelum berhenti.
Selain melakukan penelitian dari janin, Hayflick melanjutkan penelitiannya menggunakan sel orang dewasa usia 58 sampai 87 tahun. Berbeda dengan sel dari janin, penelitian ini menunjukkan bahwa sel dari individu yang lebih tua hanya mampu membelah sekitar 20 kali. Selain itu, ketika ia mencampurkan sel muda dan tua, masing-masing sel tidak dapat saling menularkan penuaan ke sel lainnya. Hal ini menguatkan bukti bahwa proses penuaan memang bersumber dari dalam sel itu sendiri.
Kontribusi WI-38 bagi Keamanan dan Efektivitas Vaksin
Selain penemuan batas usia sel, kontribusi besar Hayflick lainnya adalah isolasi dan karakterisasi garis sel manusia bernama WI-38. Sel ini berasal dari fibroblas paru-paru janin manusia dan menjadi standar industri dalam produksi vaksin. Keunggulan WI-38 terletak pada kestabilan kromosomnya serta bebas dari kontaminasi virus atau bakteri tersembunyi. Hal ini menjadikannya aman untuk pembuatan vaksin dalam skala besar.
WI-38 telah digunakan untuk memproduksi berbagai vaksin penting, termasuk vaksin untuk polio, campak, gondongan, rubella, varisela, hepatitis A, rabies, dan adenovirus. Diperkirakan, miliaran orang di seluruh dunia telah menerima vaksin yang dikembangkan dari sel ini.
Kontroversi Kepemilikan dan Etika Riset
Keberhasilan WI-38 juga membawa tantangan bagi Hayflick. Oleh karena tingginya permintaan dan minimnya dukungan dana pendistribusian dari beberapa institusi yang terlibat dalam penelitian ini, ia mendirikan perusahaan sendiri untuk mendistribusikan WI-38 ke perusahaan farmasi. Langkah ini memicu konflik hukum panjang dengan instansi yang mendanai penelitian Hayflick mengenai kepemilikan sel hasil riset.
Pada akhirnya, kasus ini diselesaikan secara damai dan Hayflick dinyatakan tidak bersalah. Namun, peristiwa ini menjadi titik balik penting dalam diskusi tentang hak atas penemuan ilmiah. Pada tahun 1980, Hayflick memberi kesaksian di hadapan Kongres AS, yang kemudian membuka jalan bagi ilmuwan universitas untuk mematenkan hasil riset mereka, bahkan jika riset tersebut didanai oleh pemerintah. Ini menjadi tonggak penting dalam perkembangan industri bioteknologi.
Warisan Hayflick: Membentuk Masa Depan Biomedis
Leonard Hayflick tidak hanya dikenang karena penemuan ilmiahnya, tetapi juga karena keberaniannya membela integritas riset dan hak-hak ilmuwan. Ia adalah tokoh yang mampu menjembatani sains dasar dengan aplikasi nyata yang menyentuh kehidupan miliaran manusia. Pemikirannya tentang batas umur alami manusia, yaitu sekitar 125 tahun, menjadi dasar banyak diskusi dalam bidang penuaan dan umur panjang hingga saat ini.
Kesimpulan
Leonard Hayflick adalah ilmuwan pelopor di bidang biology of aging yang mengubah pemahaman dunia tentang proses menua melalui penemuannya, batas Hayflick, yaitu batas jumlah pembelahan sel manusia sebelum mengalami penuaan. Ia juga menciptakan garis sel WI-38 yang berperan penting dalam produksi vaksin bagi miliaran orang di seluruh dunia. Selain kontribusi ilmiah, Hayflick turut memperjuangkan hak kepemilikan peneliti atas penemuannya, yang mendorong lahirnya kebijakan penting dalam dunia riset dan bioteknologi. Warisannya terus menginspirasi ilmu pengetahuan dan kesehatan modern bahkan setelah kepergiannya di usia 96 tahun.